Kuningan News - Sebelum terbentuk menjadi desa, pada zaman dahulu Bendungan adalah nama sebuah cantilan atau “kampung kecil yang terpencil yang jauh dari pusat pemerintahan desa”. Yang memberikan nama Bendungan itu sendiri adalah para petani dari wilayah Luragung yang membuat sebuah bendungan atau daam untuk membendung air di sungai Cisande dengan bureuyeung atau bronjong batu. Awal mula pemberian nama Bendungan kepada kampung ini adalah karena letaknya yang berdekatan dengan bendungan buatan orang orang Luragung tersebut, sehingga pada saat mereka akan menjaga air irigasi menuju bendungan yang ada kampung ini mereka berkata “kami akan ke bendungan”. Kampung Bendungan adalah kampung terpencil yang merupakan bagian dari Desa Lebaksiuh.
Kampung ini awalnya adalah sebuah pemukiman kecil yang terletak di sebelah utara sungai Cisande, mereka membuat perkampungan di dekat sungai Cisande dengan tujuan untuk mendekati air sebagai sumber utama dalam kehidupan. Pada awal berdirinya desa, Desa Bendungan adalah sebuah desa yang merupakan penggabungan dari 2 wilayah kampung cantilan yaitu kampung Bendungan yang merupakan bagian dari wilayah desa Lebaksiuh Kecamatan Ciawigebang dan kampung Sindangraja yang merupakan bagian dari wilayah desa Sindang Kecamatan Lebakwangi.
Pada awal abad ke 19 atau tepatnya pada tahun 1810-an, para tokoh masyarakat di Kampung Bendungan mempunyai inisiatif untuk mendirikan sebuah desa (melakukan pemekaran desa) yang terpisah dari Desa Lebaksiuh. Mereka mengajukan permohonan pemekaran desa tersebut kepada Pemerintahan Desa Lebaksiuh. Namun karena jumlah penduduk dan luas wilayahnya tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi sebuah desa, para tokoh masyarakat dan jawara di kampung Bendungan Desa Lebaksiuh akhirnya melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan jawara dari kampung Sindangraja Desa Sindang. Berdasarkan hasil rembuk musyawarah warga tersebut, akhirnya mereka bersepakat untuk membuat permohonan pendirian sebuah desa baru dengan nama Desa Bendungan.
Sejarah Kampung Sindangraja yang terletak di sebelah selatan sungai Cisande pada zaman dahulu didirikan/dibuat oleh nenek moyang mereka yang bernama Mbah Buyut Indang Jaya. Indang Jaya sendiri adalah nama seorang keturunan bangsawan kecil yang merupakan adik kandung dari Mbah Buyut Indang Kerta yang merupakan nenek moyang orang Sindang. Indang Kerta adalah seorang demang yang memimpin kademangan Sindang, yang berselisih faham dengan adiknya Indang Jaya. Kemudian Indang Jaya lebih memilih pergi mengalah ke sebelah timur dan membuat perkampungan baru dengan nama Sindangraja.
Akhirnya pada tahun 1817, gabungan dua kampung Bendungan dan Sindangraja menjadi sebuah desa dengan nama DESA BENDUNGAN. Sejak berdirinya, Desa Bendungan terdiri dari beberapa kampung – kampung dan cantilan antara lain : Kampung Sinor Parenca di blok Sinor, Kampung Sinor Warung, Kampung Sindang Raja, Kampung Legok dan Kampung Tagog di blok Sindangraja, serta Kampung Karang Tengah, Kampung Landeuh, Kampung Kaler dan Kampung Tonggoh di blok Bendungan, dan yang terakhir adalah Kampung Peujeuh yang dibuat pada sekitar tahun 1978.
Seiring waktu berjalan sesuai dengan perkembangan pemerintahan, maka dari nama-nama kampung tersebut Desa Bendungan dibagi menjadi 5 Dusun yakni Dusun Manis, Dusun Pahing, Dusun Puhun, Dusun Wage, dan Dusun Kaliwon, 5 RK, dan 17 RT.
Sejak tahun 1985, kelima blok tersebut diperkecil menjadi 4 (empat) dusun yakni Dusun I , Dusun II, Dusun III, dan Dusun IV, 4 RW, dan 20 RT. Kepala Desa yang menjabat sebagai Kepala Desa atau lebih dikenal sebutan Kuwu yang pertama adalah Mister VERLOAT orang Belanda asli yang menikah dengan wanita dari Desa Bendungan keturunan Cina bernama TJE TIAH. Dari pasangan suami istri kuwu tersebut kemudian mempunyai anak perempuan bernama Nyi Djioh. Nyi Djioh kemudian menikah dengan Bp. Cakralaksana yang kemudian melahirkan keturunan antara lain Bp. Natalaksana Minar yang nantinya akan menjadi Kepala Desa di Bendungan.
Kuwu – kuwu ( Kepala Desa ) yang pernah memimpin Desa Bendungan antara lain:
1.
Kuwu
Pertama : Mister Verloat 1817
– 1832
2.
Kuwu
Kedua : Bp. Korang 1832 – 1852
3.
Kuwu
Ketiga : Bp. Mansur 1852 – 1872
4.
Kuwu
Keempat : Bp. Singa Tajim 1872 – 1903
5.
Kuwu
Kelima : Bp. Bendil 1903 – 1915
6.
Kuwu
Keenam : Bp. Singa Praja 1915 – 1927
7.
Kuwu
Ketujuh : Bp. Kemong Sastra Dipura 1927 – 1939
8.
Kuwu
Kedelapan : Bp. Wiradijaya Markani 1939 – 1951
9.
Kuwu
Kesembilan : Bp. Wiradijaya Markani 1951 – 1963
10.
Kuwu
Kesepuluh : Bp. Natalaksana Minar 1963 – 1975
11.
Kuwu
Kesebelas : Bp. Abdoel AK 1975
– 1983
12.
Kuwu
Keduabelas : Bp. Achmad Markani 1983 – 1991
13.
Kuwu
Ketigabelas : Bp. Achmad Markani 1991 – 1999
14.
Kuwu
Keempatbelas : Bp. Tatang Supriatna 1999 – 2007
15.
Kuwu
Kelimabelas : Bp. H. Ardi Suhardi Wijaya 2007 – 2013
16.
Kuwu
keenambelas : Bp. H. Ardi Suhardi Wijaya 2013 – 2019
17.
Kuwu ketujuhbelas : Ibu Hj. Inoh Rosdiana 2019 – sekarang
Desa
Bendungan dibelah (dilalui) oleh sebuah sungai yang memanjang ke arah timur
dengan nama sungai Cisande dan dihubungkan oleh sebuah jembatan kecil yang juga
sebagai monumen sejarah desa sejak masa kolonialisme hingga pada
perkembangannya sekarang. Pada zaman kolonialisme Belanda, Desa Bendungan
merupakan jalur perlintasan pasukan Belanda menuju Luragung atau Kuningan. Pada
saat perlawanan rakyat terhadap Belanda, warga desa Bendungan pernah membakar
jembatan sungai Cisande atas instruksi dari TKR/BKR. Hal ini dilakukan untuk
memutus jalur pengiriman tentara Belanda menuju Luragung yang pada saat itu
sedang terjadi perang dahsyat antara TKR/BKR dengan Belanda. Pembakaran
jembatan ini juga dilakukan di Desa Gunungkarung – Luragung dan di Desa
Sidaraja – Ciawigebang.
Desa Bendungan memiliki sebuah masjid jami’ dengan nama Masjid Jami’ Al – Muawanah yang berdampingan dengan Balai Desa yang merupakan pusat pemerintahan desa. Pada tahun 2000 masyarakat desa dan Pemerintahan Desa melakukan renovasi total terhadap Masjid Jami’ Al-Muawanah sehingga masjid jami’ tersebut berubah menjadi sebuah masjid jami’ yang cukup besar dan megah. Kemudian pada tahun 2008; di bawah kepemimpinan kuwu H. Ardi Suhardi Wijaya; Desa Bendungan pun melakukan renovasi total terhadap bangunan Balai Desa yang ada sehingga kini telah memiliki sebuah Gedung Balai Desa Serbaguna yang megah dan diberi nama GRAHA BENDUNGAN yang merupakan kebanggaan seluruh warga masyarakat Desa Bendungan.
Desa Bendungan juga memiliki sarana olahraga masyarakat dengan nama lapangan olahraga INDANG JAYA. Desa Bendungan juga memiliki klub sepakbola dengan nama PS PORAB (Persatuan Sepakbola “Persatuan Olah Raga Anak – anak Bendungan”) yang telah mencatatkan banyak prestasi dan mengharumkan nama Desa Bendungan. PS PORAB kini berubah nama menjadi PORAB FC yang berada di bawah naungan kepengurusan Karang Taruna Desa yaitu KARANG TARUNA INDANG JAYA.