Langsung ke konten utama

Jadikan TKDN sebagai Alat Tawar, Kekeliruan Strategis Yang Fundamental

 


Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

Kuningan News - Wacana mengenai potensi pelonggaran kuota impor dan fleksibilitas aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai bagian dari strategi negosiasi perdagangan, seperti yang mungkin diisyaratkan dalam beberapa diskusi kebijakan, memicu keresahan luas khususnya kepada pelaku usaha domestik.

Gagasan ini, terutama jika dihadapkan pada tekanan eksternal seperti ancaman tarif dari mitra dagang besar layaknya Amerika Serikat di bawah kepemimpinan yang proteksionis, berpotensi menjadi langkah blunder yang mengorbankan fondasi industri nasional dan keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Kebijakan TKDN bukanlah sekadar angka persentase dalam dokumen; ia adalah instrumen vital untuk membangun kedaulatan ekonomi, melindungi pasar domestik, dan memberdayakan pelaku usaha lokal. 

Menggunakannya sebagai alat tukar dalam negosiasi adalah sebuah kekeliruan strategis yang fundamental.

Ancaman di Balik Fleksibilitas: Risiko Ekonomi Nasional dan Industri Lokal

Melonggarkan keran impor secara masif dan membuat aturan TKDN menjadi lebih fleksibel akan mengirimkan gelombang kejut negatif ke seluruh struktur perekonomian nasional. 

Dampak paling langsung adalah tergerusnya pangsa pasar produk dalam negeri. 

Industri manufaktur, elektronik, otomotif, tekstil, hingga sektor agroindustri yang selama ini berusaha tumbuh di bawah payung proteksi TKDN, akan menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan produk impor yang seringkali unggul dalam skala produksi dan efisiensi harga karena subsidi atau praktik ekonomi negara asalnya.

Bagi pelaku bisnis lokal, terutama UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan, dampak ini akan jauh lebih destruktif. 

UMKM seringkali beroperasi dengan modal terbatas, kapasitas produksi yang lebih kecil, dan akses teknologi yang belum sepadan dengan korporasi multinasional atau produsen besar dari luar negeri. 

Aturan TKDN, meskipun terkadang dianggap sebagai tantangan, sejatinya memberikan celah bagi mereka untuk terlibat dalam rantai pasok industri yang lebih besar, terutama dalam proyek-proyek pemerintah atau BUMN yang mewajibkan persentase komponen lokal tertentu. 

Menghilangkan atau melunakkan syarat ini sama saja dengan mencabut jaring pengaman terakhir bagi mereka, membiarkan mereka tenggelam dalam arus deras produk impor murah. 

Konsekuensinya jelas: potensi penurunan produksi domestik, penutupan usaha skala kecil dan menengah, hilangnya lapangan kerja, dan melebarnya defisit neraca perdagangan.

Ilusi Persaingan Bebas: Kesiapan Industri Lokal Menghadapi Serbuan Impor

Pertanyaan krusial yang muncul adalah: apakah pelaku bisnis dan produk lokal kita sudah siap bersaing secara head-to-head dengan produk impor, baik dari sisi kualitas maupun harga, jika proteksi TKDN dikurangi? 

Secara jujur, jawabannya masih beragam dan cenderung belum sepenuhnya siap di banyak sektor. 

Meskipun banyak produk lokal menunjukkan kualitas yang membanggakan dan inovasi yang terus berkembang, tantangan struktural seperti efisiensi produksi, biaya logistik yang tinggi, akses ke bahan baku berkualitas dengan harga kompetitif, dan penguasaan teknologi mutakhir masih menjadi pekerjaan rumah besar.

TKDN dirancang justru untuk memberikan ruang dan waktu bagi industri dalam negeri untuk berbenah, meningkatkan kapasitas, dan mencapai daya saing tersebut. 

Ia bukan dimaksudkan sebagai penghalang permanen, melainkan inkubator yang melindungi industri nascent atau yang sedang berkembang hingga cukup kuat untuk berdiri sendiri. 

Mengubah aturan TKDN menjadi lebih fleksibel sebelum industri lokal benar-benar matang adalah seperti melepas bayi prematur dari inkubatornya – risikonya terlalu besar. 

Persaingan bebas hanya akan adil jika semua pemain berada di garis start yang sama, sebuah kondisi yang sayangnya belum sepenuhnya tercapai bagi banyak industri kita dibandingkan dengan raksasa industri global.

Risiko Deindustrialisasi Akibat Kebijakan yang Keliru

Apakah pernyataan atau wacana untuk melonggarkan impor dan TKDN ini bisa menjadi awal dari kehancuran industri lokal? 

Mungkin terlalu dini untuk menyebutnya "kehancuran total", namun risiko terjadinya deindustrialisasi prematur atau pelemahan signifikan pada sektor-sektor strategis sangatlah nyata. 

Jika produk impor membanjiri pasar tanpa kendali dan insentif untuk menggunakan komponen lokal hilang, maka investasi di sektor manufaktur dalam negeri akan menurun. 

Pabrik-pabrik bisa mengurangi produksi atau bahkan tutup, beralih menjadi sekadar perakit atau distributor produk impor. Ini akan mematikan inovasi lokal, mengurangi transfer teknologi, dan membuat Indonesia semakin tergantung pada pasokan dari luar negeri, bahkan untuk kebutuhan dasar. 

Bagi UMKM, ini berarti hilangnya pasar dan kesempatan untuk naik kelas. Dampak ekstrimnya adalah pergeseran struktur ekonomi dari produksi ke konsumsi barang impor, yang dalam jangka panjang sangat merugikan kedaulatan dan ketahanan ekonomi bangsa.

Bertahan di Tengah Gempuran: Strategi Pelaku Usaha Lokal

Jika skenario buruk ini benar-benar terjadi, pelaku bisnis lokal, terutama UMKM, harus beradaptasi dengan cepat, meskipun tantangannya luar biasa berat. 

Beberapa strategi antisipasi yang bisa dilakukan antara lain:

Pertama, Fokus pada Niche Market: Mencari ceruk pasar yang spesifik dimana produk impor sulit masuk atau produk lokal memiliki keunggulan unik (misalnya produk berbasis budaya, kearifan lokal, atau kebutuhan spesifik pasar Indonesia).

Kedua, Peningkatan Kualitas dan Diferensiasi: Berinvestasi pada kualitas, desain, dan branding untuk menciptakan nilai tambah yang membedakan produk lokal dari produk impor massal.

Ketiga, Kolaborasi dan Jaringan: Membangun jaringan antar pelaku usaha lokal untuk berbagi sumber daya, meningkatkan skala, dan memperkuat posisi tawar.

Keempat, Benteng Pertahanan Terakhir: Peran Vital Pemerintah dalam Melindungi Industri Nasional

Jika pemerintah, karena alasan tertentu, terpaksa atau memilih untuk melonggarkan kuota impor dan fleksibilitas TKDN, maka tanggung jawab untuk memproteksi industri lokal menjadi semakin besar, meskipun lebih sulit. 

Beberapa langkah mitigasi yang harus dilakukan pemerintah seharusnya dilakukan melalui:

Penguatan Standar dan Sertifikasi: Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara ketat dan pengawasan pasar yang efektif untuk memastikan produk impor memenuhi standar kualitas, kesehatan, dan keselamatan yang sama dengan produk lokal. Ini bisa menjadi hambatan non-tarif yang sah.

Instrumen Anti-Dumping dan Safeguard: Mengaktifkan dan memperkuat mekanisme anti-dumping, anti-subsidi, dan safeguard untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan tidak adil.

Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Memberikan insentif yang lebih besar bagi industri lokal yang berorientasi ekspor atau yang mampu bersaing di pasar domestik, misalnya melalui kemudahan pajak, akses pembiayaan murah, atau dukungan R&D.

Program Peningkatan Kapasitas: Mengintensifkan program pelatihan, pendampingan, dan fasilitasi akses teknologi bagi UMKM agar lebih cepat meningkatkan daya saingnya.

Prioritas Belanja Pemerintah: Memastikan komitmen belanja pemerintah dan BUMN tetap memprioritaskan produk dalam negeri, meskipun aturan TKDN formal dilonggarkan, melalui kebijakan pengadaan yang afirmatif.

Diplomasi Cerdas, Bukan Mengorbankan Kepentingan Nasional: TKDN Bukan Alat Tukar

Kembali pada konteks negosiasi dagang dengan AS, Indonesia memang memiliki daya tawar yang signifikan. 

Kekayaan mineral kritis (nikel, kobalt, timah), pasar domestik yang besar, dan posisi geopolitik strategis di Indo-Pasifik adalah aset nyata yang sangat dibutuhkan oleh AS, terutama dalam konteks persaingan dengan Tiongkok dan transisi energi global. 

Inilah kartu truf yang seharusnya dimainkan Indonesia.

Menawarkan kemitraan strategis dalam rantai pasok mineral kritis, akses pasar yang lebih mudah untuk produk unggulan AS di sektor tertentu (yang tidak mematikan industri lokal vital), atau kerja sama geopolitik yang lebih erat adalah bentuk "transaksi baru" yang cerdas dan saling menguntungkan. 

Ini sejalan dengan pendekatan pragmatis dan transaksional yang sering diadopsi oleh pemerintahan seperti di bawah Trump.

Sebaliknya, menawarkan fleksibilitas TKDN atau membuka lebar keran impor sebagai imbalan keringanan tarif adalah langkah yang keliru. Ini ibarat menukar benteng pertahanan terakhir demi mendapatkan akses sementara ke halaman rumah tetangga. 

Permintaan AS (atau negara manapun) yang mengaitkan isu tarif dengan kebijakan internal sepenting TKDN harus dilihat sebagai upaya yang melampaui negosiasi tarif biasa; ini menyentuh jantung kedaulatan industri nasional. 

Strategi Taiwan dan Vietnam yang menawarkan "zero tariff" mungkin cocok untuk konteks mereka, namun Indonesia memiliki struktur ekonomi dan aset yang berbeda yang memungkinkan posisi tawar yang lebih kuat tanpa harus mengorbankan industri dalam negerinya.

Menjaga Kedaulatan Ekonomi: Pilihan Strategis untuk Masa Depan Industri Indonesia

Kesimpulannya, melonggarkan kuota impor dan aturan TKDN bukanlah pilihan kebijakan yang tepat, terutama jika didorong oleh tekanan eksternal atau sebagai alat negosiasi perdagangan. 

Dampaknya terhadap industri dalam negeri dan UMKM akan sangat merugikan, berpotensi memicu pelemahan struktural ekonomi nasional. 

TKDN adalah instrumen strategis yang harus dipertahankan dan diperkuat, bukan dilemahkan atau ditransaksikan.

Pemerintah perlu fokus pada strategi diplomasi ekonomi yang cerdas dengan memanfaatkan aset-aset strategis non-TKDN yang dimiliki Indonesia. 

Di saat yang sama, upaya penguatan daya saing industri lokal melalui perbaikan iklim investasi, dukungan inovasi, dan peningkatan kapasitas SDM harus terus digenjot. 

Menjaga kedaulatan industri adalah prasyarat mutlak untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan ekonomi jangka panjang. 

Mengorbankannya demi keuntungan sesaat dalam negosiasi adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar.

END


HOT NEWS

Jalan Bolong Ditanami Pohon Pisang, Cegah Pengendara Meleset??

Kuningan News - Jalan di Kecamatan Japara,  terutama yang menghubungkan Japara-Cengal, kondisinya rusak parah. Bolong-bolong jalan saat perjalanan, jadi pemandangan pengendara.  Kondisi jalan menganga ini membuat para pengendara sepeda motor maupun mobil harus ekstra hati-hati. Mereka tidak dapat melesatkan kendaraannya.  Justru harus memilih agar tidak terjebak lubang yang dapat membahayakan keselamatan ataupun membuat kaki-kaki kendaraan rusak.  Kemudi mobil maupun motor mesti terkendali agar ban tidak meleset, terlebih saat diguyur hujan. Beda halnya jika pengendara mengemudikan mobil sejenis fortuner atau pajero, bisa bablas. Asep (28), salah seorang pengendara motor, awalnya kaget ketika melihat banyaknya pohon pisang di sepanjang jalan tersebut. Pohon pisang hanya tumbuh di kubangan jalan.  "Mungkin warga di sini lagi protes ke pemerintah, kenapa jalannya dibiarkan rusak, padahal mereka sudah bayar pajak. Daripada demo ke pendopo, kayaknya lebih bagus nan...

Meski Belum 2 Tahun Menjabat, Kadis atau Kaban Bisa Dimutasi

  Kuningan News – Pejabat eselon II yang menjabat kurang dari 2 tahun, dapat dipindahkan. Sebab berdasarkan aturan baru, yang terpenting telah melalui evaluasi kinerja 2 periode yaitu Oktober-November-Desember dan Januari-Februari-Maret. Penjelasan itu disampaikan Sekretaris BKPSDM Kuningan, Dodi Sudiana disela Uji Kompetensi (Ujikom) yang digelar di Gedung UPTD BKPSDM, Jumat (25/4/2025). “Ada SE MenpanRB No. 19 tahun 2023 tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi yang menduduki jabatan belum 2 tahun,” sebutnya. Sementara saat ini, sebanyak 30 pejabat eselon II mengikuti Ujikom. Tujuannya disamping evaluasi kinerja, juga dijadikan ukuran untuk menentukan posisi berikutnya di struktur birokrasi. Puluhan kadis, kaban dan juga asda tersebut dibagi 2 gelombang, Jumat dan Sabtu (26/4/2025). Tiga nama peserta yang diuji oleh asesor tingkat Jabar itu, merupakan kandidat sekda definitif hasil Open Bidding yang menelan biaya sekitar 500 juta rupiah. Ketiga nama tersebut antara la...

Jembatan Bambu di Subang yang Mudah Lapuk Bakal Disulap Jadi Permanen, Kades: Terimakasih TNI !!

  Kuningan News - Danramil 1504/Subang Lettu Kav Sutardi beserta anggotanya bergotong royong bersama warga membangun jembatan di Dusun Cikadu Desa Subang, Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan, Sabtu (19/4/2025). Jembatan dengan ukuran panjang 12 m² dan lebar 1,3 m² ini dibangun dengan menggunakan dana dari para donatur melalui aplikasi yang dimiliki oleh anggota Koramil 1504/Subang Serma Yusuf Pahtiar. "Jembatan yang akan dibangun ini bersumber dari para donatur yang masuk dalam aplikasi salah satu anggota Koramil 1504/Subang. Dimana dana yang terkumpul mencapai Rp.28 juta. Dana tersebut kami distribusikan untuk pembangunan jembatan," ungkap Danramil 1504/Subang Lettu Kav Sutardi. Ia mengatakan, jembatan tersebut dibangun untuk menghubungkan antara Dusun Cikadu menuju Blok Peuteuy Jogol. Rencananya pembangunan jembatan ini akan dibangun selama satu minggu kedepan. "Sesuai petunjuk dari pimpinan dalam hal ini Pak Dandim 0615 Kuningan bahwa setiap prajurit harus berada di...

Bukan Cuma Mobdin Pimpinan Dewan Rp2,6 M, Buat Beli Layar Interaktif juga Habiskan Rp3,2 M

  Kuningan News - Kebijakan efisiensi yang digulirkan pemerintah kelihatannya tidak berdampak kepada krisis keuangan di DPRD Kuningan.  Pasalnya, setelah pengadaan mobil dinas pimpinan dewan yang dialokasikan Rp2,6 miliar, di dewan juga ada pengadaan Layar Interaktif ( Digital Signage ).  Dari data Sirup LKPP, angka belanja modal layar interaktif tersebut mencapai Rp3,2 miliar. Layarnya kini sudah terpasang di setiap ruangan rapat para wakil rakyat.  Beberapa pendamping komisi yang sedang sibuk bekerja, enggan berkomentar kala dipinta tanggapan atas adanya layar berukuran besar tersebut. Sementara, warga biasa yang mengaku bernama Sanudin, tercengang ketika mendengar angka miliaran rupiah untuk hanya sekadar TV.  "Ko kaya TV biasa, kayak infokus, bisa semahal itu ya? Lebih mahal dari mobil fortuner dan pajero," celetuk Sanudin sambil geleng-geleng kepala. Ia membayangkan, bakal secanggih apa rapat yang akan dilakukan para anggota dewan.  "Mungkin rapatnya ...

Nakal! Ijazah Asli Mantan Karyawan kok Ditahan, Ketua Dewan Sewot lah..

  Kuningan News - Aksi nekat perusahaan yang diduga menahan ijazah asli milik belasan mantan karyawannya memicu reaksi keras dari DPRD Kabupaten Kuningan. Ketua DPRD Nuzul Rachdy, turun langsung bersama Komisi IV dan Disnakertrans melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi gudang penyimpanan produk, dari sebuah perusahaan, di Desa Cinagara, Kecamatan Lebakwangi, Jumat siang (25/4/2025). Sidak juga dihadiri Camat Lebakwangi, Kapolsek dan Pemdes Cinagara, belum mendapat jawaban sesuai harapan terkait persoalan ketenagakerjaan. Karena tak satu pun pimpinan perusahaan bisa ditemui, rombongan hanya disambut karyawan gudang yang mengaku tidak tahu soal penahanan ijazah. "Hari ini saya berkesempatan untuk melakukan sidak ke sebuah gudang. Saya pun belum tahu ini gudang atau apa, karena statusnya tidak jelas, mengatasnamakan PT Panjunan. Kedatangan saya ke sini didampingi oleh Komisi IV DPRD, Pak Camat, Pak Kapolsek, Kepala Desa, serta dari Dinas Tenaga Kerja," jelas Nuzul. ...

Potret Kekayaan 7 Pengusaha di Kabupaten Kuningan

Kuningan News - Kabupaten Kuningan, meski dikenal dengan keindahan alam dan wisata pegunungannya, juga merupakan rumah bagi beberapa pengusaha yang sukses di berbagai sektor bisnis. Keberadaan mereka menunjukkan bahwa Kuningan memiliki potensi ekonomi yang berkembang pesat, dipicu oleh inovasi dan ketekunan para pelaku usaha lokal. Salah satu sektor yang dominan di wilayah ini adalah ritel. Beberapa toserba besar menjadi andalan masyarakat Kuningan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Para pengusaha yang sukses di sektor ini berhasil mengelola jaringan ritel yang luas dan berkontribusi signifikan terhadap roda perekonomian daerah. Keberhasilan mereka tak lepas dari strategi bisnis yang tepat dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar yang dinamis. Selain ritel, sektor properti dan konstruksi juga menjadi pilar penting bagi perekonomian Kuningan. Beberapa perusahaan besar di bidang ini terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang tidak hanya bermanfaat bagi daerah, tetapi...

Obyek Wisata di Palutungan Terancam Rugi Besar Jika Akses Jalan Ditutup Total

  Kuningan News - Masih seputar polemik sengketa tanah akses jalan menuju obyek wisata di Palutungan, apakah lahan itu milik pribadi atau milik pemda, para pengusaha tidak mau rugi akibat akses jalan ditutup.  Sedikitnya ada tujuh obyek wisata yang terdampak jika akses jalan ditutup. Ketujuh obyek tersebut berada di wilayah selatan Cisantana, diantaranya Embun Sang'ga Langit, Varvara hill, Botanika, Talagasurian, Sagof Coffee Eatery, Ciremai Land Glamping, dan juga La park Caffe & resto.  Menanggapi hal tersebut, beberapa pengelola mengaku tidak tahu tanah itu milik siapa. Kalaupun terjadi penutupan akses jalan, menurut mereka, harus ada jalan alternatif lain.  "Kami selaku pengusaha enggak tahu tuh, tau nya itu jalan pemda aja. Eh sekarang muncul tanah milik pribadi. Kalo bisa jangan ditutup lah, karena pengunjung bisa berkurang. Kalaupun ditutup, harus ada gantinya supaya akses tetap ada," kata Agus pengelola Sagof Coffee Eatery, Selasa (15/4/2025).  Sena...