Terlebih saat ini tidak sedikit jabatan yang kosong pada setiap tingkatan eselon pasca datinggal oleh Pejabat yang memasuki usia pensiun maupun karena berhalangan tetap (meninggal dunia).
"Memang, tidak ada 'kewajiban' menggelar promosi maupun mutasi jabatan dalam kurun waktu 100 hari kerja. Promosi dan mutasi jabatan, tergantung kebutuhan adanya team kerja sesuai kebutuhan duet Dian-Tuti," ujar Pengamat Kebijakan Daerah, Soejarwo, Kamis (10/4/2025).
Siapapun tentunya sudah memahami, sambung Jarwo, jika kebijakan promosi dan mutasi jabatan di lingkup pemkab, merupakan kewenangan penuh bupati setelah mendapat 'masukan' dari BKPSDM sebagai institusi (SKPD) yang tupoksinya terkait dengan urusan kepegawaian.
Jika muncul opini yang mewanti-wanti agar kebijakan promosi dan mutasi birokrat terhindar dari anasir maupun aroma politik, menurutnya, tidaklah mudah untuk diwujudkan. Hal tersebut, siapapun tentunya memahami pemegang kebijakannya yakni merupakan hasil proses politik (pilbup).
Kalaupun dalam kebijakan promosi muncul indikasi bahwa ada birokrat yang ditenggarai terlibat langsung dalam kegiatan pilbup, imbuh dia, saatnya sudah berlalu mempersoalkan hal tersebut.
Seharusnya, kata Jarwo, jika masyarakat memiliki data konkrit terkait keterlibatan birokrat dalam proses pemenangan duet Dian-Tuti dalam Pilbup 27 November 2024, dilaporkan ke bawaslu saat pesta demokrasi tersebut sedang berlangsung.
"Selain itu, jika akhirnya muncul kebijakan 'membuang' birokrat yang tidak mendukung dalam proses Pilbup 27 November 2024, jangan salahkan masyarakat jika kebijakan promosi dan mutasi berbasis 'balas dendam'," tandas pria yang kerap disapa Mang Ewo tersebut.
Munculnya wacana yang berisikan desakan kapada lembaga legislatif untuk melakukan imterpelasi kepada bupati, jika dalam proses promosi dan mutasi terbukti ada pelanggaran aturan, menurutnya, tidaklah semudah membalikan telapak tangan. (KN-1)